Warga Korea Utara Menjerit Kelaparan Akut, Menunggu Mati

liputanterkini.web.id – Korea Utara( Korut) dikabarkan hadapi darurat pangan serta kelaparan akut. Saking gawatnya kelaparan di situ, masyarakat Korut berteriak menunggu mati. Dikutip BBC, Kamis( 18 atau 6 atau 2023), BBC sudah berbicara dengan 3 masyarakat Korut sepanjang berbulan- bulan. Komunikasi itu dicoba dengan cara rahasia. BBC mengganti julukan ketiga pelapor buat mencegah mereka.

3 masyarakat Korut itu membeberkan apa yang terjalin di Korut semenjak penguasa menutup pinggiran kota 3 tahun kemudian selaku penindakan endemi COVID- 19. Kelaparan, penyergapan kasar, serta tidak terdapat peluang buat melarikan diri.

Selanjutnya pengakuan dari 3 masyarakat Korut pertanyaan darurat santapan yang membuat kelaparan masyarakat:

Myong Suk

Myong Suk seseorang wiraswasta wanita yang menual obat susupan dalam jumlah kecil dengan cara rahasia pada banyak orang yang menginginkan. Ia sempat dibekuk sekali serta nyaris tidak sanggup melunasi uang sogok supaya dapat pergi dari bui. Bila dibekuk lagi, ia tidak sanggup bebas dari bui.

Kadang- kadang dapat saja terdapat pukulan di pintu. Bukan cuma polisi yang resahkan, melainkan tetangganya. Dikala ini nyaris tidak terdapat orang yang dapat ia percayai.

Myong Suk berterus terang dahulu tidak semacam ini. Bidang usaha obat Myong Suk dahulu bertumbuh cepat.

Situasi berganti pada 27 Januari 2020, dikala pinggiran ditutup untuk merespons endemi. Penutupan itu tidak cuma mengakhiri orang masuk ke Korut, namun pula santapan serta benda. Masyarakat Korut yang memanglah telah dilarang berangkat ke luar negara, dikurung di kota- kota.

Di dasar tirani Kim Jong Un, masyarakat Korea Utara dilarang kontak dengan bumi luar. Dengan dorongan badan Daily NK, yang melaksanakan jaringan pangkal di dalam Korut, BBC bisa berbicara dengan 3 orang lazim.

Suasana santapan kita tidak sempat seburuk ini, tutur Myong Suk.

Semacam mayoritas wanita di Korea Utara, ia merupakan pelacak nafkah penting dalam keluarga. Pendapatan kecil yang didapat kalangan suami dalam profesi harus negeri nyaris tidak maksudnya. Perihal ini memforsir para istri buat menciptakan metode inovatif buat mencari nafkah.

Saat sebelum penutupan, Myong Suk memperoleh obat- obatan susupan dari Cina. Obat- obat itu ialah obat yang amat diperlukan, tercantum antibiotik, buat dijual di pasar lokal. Ia butuh mencekoki pengawal pinggiran, yang menghabiskan lebih dari separuh keuntungannya. Tetapi, ia menyambut perihal ini selaku bagian dari game.

Baca juga : Sri Adiningsih Berpulang, Salah Satu Guru Besar Fakultas Ekonomika

Pemasaran obat- obatan susupan itu membuat ia dapat menempuh kehidupan yang aman di kotanya di bagian utara Korut dekat pinggiran Cina.

Saat ini ia mempersiapkan makan pagi jagung buat mereka buat suami serta buah hatinya. Hari- hari kala mereka dapat makan nasi putih telah lalu. Tetangganya yang lapar telah mulai mengetuk pintu memohon santapan, namun ia wajib menyangkal mereka.

Kita hidup di garis depan kehidupan, tuturnya.

Chan Ho

Di kota lain di pinggiran, Chan Ho yang bekerja selaku pekerja arsitektur, hadapi pagi yang membuat frustrasi.

Ia bangun pagi buat menolong istrinya mempersiapkan barangan di pasar, setelah itu mengarah ke posisi arsitektur. Ia bawa benda barangan serta menatanya di toko dengan penuh pemahaman kalau bisnisnya merupakan salah satunya alibi ia sedang hidup.

Duit 4. 000 won yang ia menghasilkan sehari- setara dengan Rp 60. 000- tidak lagi lumayan buat membeli satu kg beras. Ia telah kurang ingat bila keluarganya terakhir kali menyambut bagian santapan penguasa, sebab saking lamanya.

Pasar, tempat mayoritas orang Korea Utara membeli santapan mereka, saat ini nyaris kosong. Harga beras, jagung, serta bahan meninggi besar. Sebab Korea Utara tidak menciptakan santapan yang lumayan buat berikan makan rakyatnya. Korut tergantung pada memasukkan.

Tetapi, kala mengecap pinggiran, penguasa malah mengakhiri cadangan santapan yang vital, bersama pupuk serta mesin yang diperlukan buat bercocok tabur.

Awal mulanya Chan Ho khawatir ia hendak tewas sebab Covid. Namun bersamaan berjalannya durasi, ia mulai takut mati kelaparan, paling utama kala ia memandang banyak orang di sekelilingnya tewas. Keluarga awal di desanya yang berpulang kelaparan merupakan seseorang bunda serta buah hatinya.

Salah satu putra ikhwan Chan Ho dibebaskan dari kewajiban tentara sebab kekurangan vitamin. Chan Ho ingat mukanya seketika membesar. Dalam durasi sepekan ia sudah tewas.

Aku tidak dapat tidur kala mempertimbangkan kanak- kanak aku, wajib hidup selamanya di neraka tanpa impian ini, tuturnya.

Ji Yeon

Ratusan km jauhnya, di bunda kota Pyongyang yang relatif mampu, Ji Yeon naik sepur dasar tanah buat bertugas. Ia keletihan, sehabis kemarin malam tidak dapat tidur.

Ia menopang 2 anak serta suaminya dari duit yang ia menghasilkan dengan bertugas di gerai santapan. Ia lazim mengutip buah serta sayur- mayur dari gerai buat dijual di pasar. Rokok yang diperoleh suaminya selaku uang sogok dari rekan- rekan kerjanya juga turut dijual. Duit hasil pemasaran digunakan membeli beras.

Saat ini tasnya digeledah dengan cara global kala ia berangkat, serta uang sogok dari suaminya menyudahi tiba. Tidak terdapat yang sanggup membagikan apa juga.

Mereka membuat tak mungkin untuk kita buat mempunyai bidang usaha sambilan, keluhnya.

Ji Yeon saat ini menempuh hari- harinya dengan berbohong sudah makan 3 kali, sementara itu sesungguhnya ia cuma makan satu kali. Kelaparan ia dapat kuat. Itu lebih bagus dari orang ketahui ia miskin.

Sepanjang seminggu ia sedemikian itu risau sebab terdesak makan puljuk- sayuran, belukar serta rumput ditumbuk setelah itu digiling jadi bubur semacam pasta. Santapan itu sama dengan era sangat suram dalam asal usul Korea Utara– kelaparan hebat pada 1990- an yang membunuh 3 juta orang.

Kita bertahan hidup dengan berasumsi 10 hari ke depan, kemudian 10 hari lagi, berasumsi bila suami aku serta aku kelaparan paling tidak kita hendak berikan makan kanak- kanak kita, tutur Ji Yeon.

Baru- baru ini ia tidak makan sepanjang 2 hari. Aku pikir aku hendak mati dalam tidur serta tidak bangun di pagi hari, tuturnya.

Covid di Korea Utara diklaim teratasi, tetapi masyarakat berterus terang susah bisa obat meriang. Terbebas dari kesulitannya sendiri, Ji Yeon mencermati situasi banyak orang yang lebih kurang baik.

Terdapat lebih banyak gelandangan akhir- akhir ini. Ia sering menyudahi buat mengecek yang tiduran, namun umumnya ia menciptakan mereka telah tewas.

Sesuatu hari ia mengetuk pintu tetangganya buat berikan mereka air, namun tidak terdapat balasan. Kala pihak berhak masuk ke dalam rumah 3 hari setelah itu, mereka menciptakan semua keluarga sudah mati kelaparan.

Ini musibah, tuturnya. Tanpa bekal yang tiba dari pinggiran, orang tidak ketahui gimana dapat hidup.

Baru- baru ini ia mengikuti terdapat orang bunuh diri di rumah, sedangkan terdapat yang lenyap ke gunung buat tewas. Ia menyayangkan karakter kejam yang menyelimuti kota. Apalagi bila orang mati di sisi rumah, Kamu cuma mempertimbangkan diri Kamu sendiri. Itu tidak berperasaan.

Satu tanggapan untuk “Warga Korea Utara Menjerit Kelaparan Akut, Menunggu Mati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *